23 Maret 2009

Ilustrasi Al-Qur’an tentang Matahari dan Bulan

Bagi manusia, Matahari adalah benda alam semesta yang sangat penting. Pada Matahari-lah terletak seluruh nasib tata surya. Matahari-lah mata kisaran semua komet, asteroid, dan planet. Matahari-lah pemancar tenaga seantero tata surya, pengatur dan pengocok perubahannya, pembangkit segala gerak utamanya. Matahari-lah lampu yang paling terang, massa yang paling berat. Matahari-lah penopang kehidupan dan raja seluruh lingkungan kosmik manusia. Kehidupan di Bumi dan kelangsungannya amat tergantung pada “tungku” raksasa itu.

Mengapa Matahari Bersinar?

Tuhan berfirman, “Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam alam ini gugusan bintang (galaksi) dan Dia jadikan pula padanya ‘siraaja’ (Matahari) dan bulan yang bercahaya”. (QS. 25: 61)

Lalu dalam ayat lain, “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai ‘nuur’ dan menjadikan matahari sebagai ‘siraaja’ (pelita)”. (QS. 71: 16)

Dalam kedua ayat ini Allah menyebutkan secara simbolis bahwa Matahari itu tak ubahnya laksana pelita. Bahkan dalam surat 78 ayat 13, Matahari itu disebut “siraajaw wahhaja” yang artinya pelita (lampu) yang sangat kuat nyalanya. Apa ini maknanya?

Perhatikanlah bola lampu listrik. Di dalamnya terdapat kumparan kawat halus yang akan mengalirkan arus listrik. Energi yang ditimbulkan arus listrik itu ‘mengejutkan’ atom-atom dari kawat, lalu elektron-elektron akan loncat ke luar dari orbitnya, membentuk orbit baru, tapi segera kembali lagi ke orbit semula. Di sini peranan energilah yang menyebabkan keluar-masuknya elektron-elektron tersebut. Peristiwa inilah yang kita lihat sebagai cahaya dan panas dari lampu listrik tadi. Lantas, bagaimana dengan Matahari?

Begitu pula Matahari. Bahkan Matahari terbentuk berkat terkejutnya gas-gas antar bintang. Kejutan-kejutan itu membangkitkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang radio, panas, cahaya, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.

Matahari adalah sebuah bola gas yang sangat besar. Mengapa disebut bola gas? Karena bentuknya persis seperti bola dan merupakan gumpalan gas-gas yang amat panas. Bahkan pada terasnya, di bawah himpitan timbunan bahan yang tekanannya beberapa juta juta ton pada setiap sentimeter persegi, atom gas Matahari masih memiliki sifat gas sehingga bergerak bebas dan menahan himpitan luar biasa yang ditimpakan padanya.

Jadi jangan dikira, Matahari itu benda padat. Tak ada bagian yang padat di sana. Qur’an menyebutnya “siraaja”. Bisa diartikan pelita. Bisa diartikan api. Semuanya serba gas. Cuma, gasnya lain dengan gas yang ada di Bumi, sebab kerapatannya tinggi sekali. Artinya, sekalipun bahannya terdiri dari gas, namun jarak antar partikel yang berdekatan seolah ‘dempet’. Mampat, begitu.

Tapi mengapa bisa menggumpal menjadi sebentuk bola besar? Padahal yang kita ketahui selama ini ‘kan, sifat gas itu mengisi ruang sebesar-besarnya. Jawabnya, jutaan ton gas-gas yang panas yang membentuk Matahari itu mengalami gaya gravitasi (tarik menarik) sehingga seolah gas-gas tersebut diikatnya. Ada kurang lebih 536 kuadrilyun kilometer kubik gas kelewat panas terkandung di dalamnya. Bobotnya saja mencapai lebih dari dua oktilyun ton atau secara awamnya sebut saja dua milyar milyar milyar ton. Masya Allah. Allahu Akbar. Padahal dalam pengertian modern Matahari hanyalah seumpama katak dalam kolam tata surya dan satu diantara bermilyar-milyar bintang berukuran sedang lainnya.

Matahari sebetulnya termasuk kategori bintang. Karenanya Matahari disebut bintang yang paling dekat dengan Bumi. Jaraknya kurang lebih 150 juta kilometer. Besarnya mencapai 1,3 juta kali besar Bumi. Sedangkan garis tengah Bumi saja sudah 12.756 kilometer.

Yang paling menarik adalah bentuk fisik Matahari. Temperaturnya tinggi sekali. Di permukaan saja, temperaturnya 6.000 derajat Celcius. Makin ke dalam makin panas. Bahkan bisa mencapai 15-20 juta derajat Celcius. Akibatnya, semua jenis batuan dan logam tak akan ditemukan di sana. Tak ada yang tahan pada panas setinggi itu. Semua tidak saja mencair, melainkan langsung menguap menjadi gas. Itu sebabnya Matahari tidak padat seperti Bumi. Matahari adalah “siraajaw wahhaja”, pelita/api (gas) yang sangat kuat nyala (energinya). Mengapa? Apa yang menyebabkan demikian bisa terjadi?

Inilah yang Allah jelaskan dengan kata-simbol “tsaqib” (artinya yang membakar) yang tercantum dalam surat 86 ayat 3: “…yaitu bintang yang membakar (dirinya sendiri)”. (QS. 86: 3)

Bahkan kata “tsaqib” ini tidak hanya berlaku untuk menerangkan proses yang terjadi di dalam teras (inti) Matahari saja. Proses yang sama juga berlangsung pada bintang-bintang lain. Yaitu reaksi nuklir di pusat bintang di pusat bintang (dan Matahari) yang ditandai oleh reaksi pembakaran Hidrogen menjadi Helium, atau dengan kata lain proses fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Proses ini “bersaudara dekat” dengan reaksi ledakan bom H, tetapi reaksi nuklir Matahari tertahan dan terkungkung dalam gas elastis di sekitar inti Matahari yang besarnya beribu-ribu trilyun kilometer kubik.

Dalam dunia mikro (renik), setiap fusi merupakan urutan tiga macam benturan antar inti atom. Langkah urutan benturan itu tidak sama besarnya. Dalam kenyataan benturan yang pertama hanya dapat terjadi sekali dalam tujuh milyar tahun, benturan kedua sekali dalam empat detik, dan benturan ketiga terjadi sekali dalam 400.000 tahun. Walaupun jangka waktu benturan pertama dan benturan ketiga itu kelihatannya sangat panjang, tetapi jumlah atom yang ada di dalam Matahari begitu melimpah sehingga tiap macam benturan berulang secara konstan (ajeg) dan memungkinkan fusi tersebut berlangsung secara sinambung.

Pada benturan fusi pertama, duproton –inti Hidrogen yang telah kehilangan elektron pengiringnya- dengan hebat bersatu menjadi Deuterium namanya. Akibat benturan kedua proton itu, laksana bunga api, dua pecahan sisa bahan tadi membawa pergi pusa (momentum) dan muatan listrik yang tidak diperlukan. Satu diantaranya, yakni neutrino, merupakan zarah yang sangat kecil, dalam skala sub atom sekalipun. Zarah ini tidak mempunyai massa maupun muatan listrik dan sangat lambat bereaksi dengan unsur lain. Maka zarah ini langsung menerobos apa saja, dan lolos tanpa meninggalkan noda meninggalkan Matahari, bahkan meninggalkan tata surya. Ya, ibarat bayar pajak sajalah bagi Matahari kepada angkasa kosong dan dingin di sekitarnya.

Sementara itu pecahan lainnya, yakni zarah yang bermuatan positif, atau positron, tidak dapat bergerak jauh melintasi gas yang tebal dan rapat di sekitarnya tanpa menubruk elektron –yakni zarah yang bermuatan negatif. Apabila tubrukan antara positron dan elektron itu terjadi, maka kedua zarah yang berlawanan itu akan saling membinasakan. Mereka musnah, dan mengeluarkan energi yang amat hebat.

Inti deuterium yang dihasilkan pada langkah pertama fusi ini terdiri dari proton dan neutron, yakni gabungan zarah yang massanya hampir dua kali massa proton, tetapi sifatnya mudah bereaksi. Pada kesempatan pertama, deuterium akan segera menangkap dan menelan inti Hidrogen yang bergerak lincah di sekitarnya. Dari perkawinan antara kedua ‘makhluk’ ini, lahirlah unsur baru, yakni Helium-3 yang terdiri dari dua proton dan satu neutron.

Dalam benturan antara deuterium dan inti hidrogen tadi, terciptalah energi radiasi sinar Gamma. Sinar ini gelombangnya pendek sekali, tapi tenaganya serta daya tembus dan daya rusaknya paling kuat diantara seluruh spektrum gelombang elektromagnetik yang ada.

Pada benturan fusi yang ketiga dan terakhir, inti Helium-3 tadi mengatur dirinya untuk menjadi inti Helium-4 biasa, yaitu yang terdiri dari dua neutron dan dua proton. Caranya ialah dengan bergabung bersama zarah Helium-3 lainnya yang juga terbentuk dengan cara yang sama dengan dirinya. Dengan terbentuknya Helium-4 yang relatif stabil ini, berakhirlah proses ‘pembakaran’ inti Hidrogen jadi Helium dengan meninggalkan sisa dua proton. Dua proton sisa ini kemudian akan terpelanting dan akhirnya akan membentur proton lain, dan berfusi (bergabung) membentuk inti deuterium lagi. Dengan demikian proses daur ‘pembakaran’ nuklir itu berulang kembali seperti proses yang telah diuraikan di atas. Demikian Allah menetapkan ‘taqdir’-nya sehingga proses transformasi Hidrogen-Helium itu bisa terus berulang, sampai ‘ajal’-nya.

Tiga tingkat fusi itu melibatkan enam inti Hidrogen. Hasilnya, empat dari enam inti Hidrogen itu berubah menjadi inti Helium, dua neutrino, dua positron, dua elektron, dan radiasi sinar gamma. Sedang dua inti Hidrogen (yakni dua proton sisa tadi) lainnya dibiarkan pergi begitu saja. Selanjutnya sinar Gamma yang dihasilkan itulah yang menjadi sumber utama penghasil energi Matahari untuk seluruh tata surya.

Masing-masing reaksi fusi tersebut tiap detik mengubah 657 juta ton hidrogen Matahari menjadi 652,5 juta ton abu Helium. Empat setengah juta ton massa yang hilang diubah menjadi sinar Gamma dan neutrino.

Sinar Gamma yang muncul dari jantung Matahari itu pertama-tama diubah menjadi sinar-X (yakni semacam sinar yang panjang gelombangnya antara 2,7 sampai 270 permilyar sentimeter) dan sinar ultraviolet (yang memiliki panjang gelombang antara 270 permilyar sampai tujuh persejuta sentimeter). Kedua sinar ini membentuk elektron atom hingga atom itu mengeluarkan cahaya kasat mata seperti yang kita alami di bumi ini. Dengan cahaya kasat mata inilah kita bisa melihat isi dunia ini. Dalam hal ini patut kita bersyukur, sebab seandainya sinar gamma yang sampai ke permukaan Matahari itu sebagaimana wujud aslinya,. Maka akibat yang akan terjadi adalah menyebarnya sinar maut ini ke seluruh tata surya. Kita pun tak mungkin bisa hidup.

Energi yang muncul dari perut Matahari itu akan mencari jalan menuju permukaan Matahari melalui jalan yang berliku-liku berupa “tempurung” selubung Matahari setebal 130.000 kilometer, atau lebih dari 10 kali tebal bumi, dan kemudian memancar ke kedalaman ruang angkasa. Kalau tidak demikian, suhu Matahari akan sangat tinggi sekali hingga Matahari akan meledak. Dapat dihitung, bahwa Matahari bersinar dengan daya tetap sebesar 389 juta milyar milyar watt. Atau sama dengan cahaya bola lampu yang jumlahnya besar sekali. Bandingkan saja dengan lampu di ruang tamu Anda, berapa sih besar “watt”-nya?

Bagaimana Dengan Bulan?

Di sini, lagi-lagi Qur’an tampil memukau para ahli ilmu pengetahuan. Secara tepat Qur’an memberikan ilustrasi yang sangat sederhana, namun berisi nilai ilmiah yang sangat tinggi, yang belum mungkin terjangkau oleh manusia-manusia sezaman dengan Rasulullah.

“Maha suci Allah yang telah menjadikan dalam universe ini galaksi dan Dia jadikan pula padanya Matahari dan bulan yang ‘muniir’ (QS.25: 61)

Lalu, “Dialah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya”. (QS. 10: 5)

Bulan disebut oleh Al-Qur’an sebagai ‘muniir’, artinya yang bercahaya, atau lebih tepatnya, dikenai cahaya lalu dipantulkan kembali. Sedangkan Matahari bagaikan pelita, artinya memproduksi sendiri panas dan cahaya, kemudian menyinari sekelilingnya.

Dalam kenyataan bagaimana? Memang begitulah yang sebenarnya terjadi. Sebagaimana tadi telah dibahas, Matahari memang memproduksi sendiri panas dan cahaya, lalu menyinari sekelilingnya hingga kita bisa menikmati kehidupan di Bumi. Sedangkan Bulan, sekalipun tampak oleh mata bercahaya, tapi sebetulnya bukan dari dirinya sendiri. Bulan menerima cahaya Matahari, kemudian memantulkannya kembali ke Bumi, hingga mata melihatnya seperti bercahaya sendiri.

Hikmah

Tak dapat disangkal lagi, Qur’an memang betul-betul “kitab kehidupan”, di dalamnya tidak saja memuat ritus-ritus ibadah, dalam arti sempit, melainkan juga punya porsi yang besar di bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Salah satu diantaranya, seperti telah tersinggung tadi, adalah berkenaan dengan Matahari dan Bulan.

Dengan jelas, beralasan, dan tepat Qur’an memberikan gambaran “kelakuan” alam semesta. Masalahnya kini tergantung bagaimana manusia mampu menangkap ‘isyarat-isyarat’ yang disampaikan Qur’an itu dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki. Bagaimana ia mampu membaca (iqra’) tidak saja ayat-ayat Qur’aniyyah, tapi juga ayat-ayat Kauniyyah yang tersebar luas pada alam semesta ini. Keduanya penuh simbol-simbol (ayat) realitas objektif yang selalu menantang manusia meraihnya dengan kekuatan (bisulthaan) akal pikiran yang dianugerahkan Allah pada-Nya, sebagai bukti syukur kita pada kasih sayang-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar