22 Maret 2009

Perlukah Mengatur Pola Tidur Balita?


BANYAK orangtua kebingungan ketika melihat buah hati mereka tidak bisa tidur nyenyak pada malam hari.

Padahal, sudah sangat larut. Apalagi tingkah si balita malah mengajak bermain. Apa yang salah pada buah hati tersebut? Yang pasti, menurut Psikolog Anak dari Universitas Indonesia, dr Hermawan Psi, orangtua tidak bisa membiarkan perilaku si kecil yang bergadang hingga tengah malam tersebut.

Karena kalau setiap malam anak dibiarkan bergadang dengan berbagai aktivitas, maka akan terjadi suatu kondisi yang dalam bahasa psikologinya disebut sebagai reinforcement (penguatan). Artinya, anak akan menganggap apa yang dilakukannya sebagai suatu pola yang dapat diterima. Si anak jadi bisa berpikir, "Ah kalau besok aku tidur malam lagi dan minta main, pasti Papa dan Mama mau menemani".

Dengan kata lain, anak akan terdorong untuk melakukan hal yang sama setiap hari. "Penguatan seperti inilah yang seharusnya dihindari. Orangtua harus tegas mengatakan jam tidur pada anak-anaknya," ujar Hermawan.

Lebih lanjut Hermawan menuturkan, kalau kondisi tersebut dibiarkan hingga berlarut-larut, pola tidur anak akan berantakan. Dampak ini akan berlanjut dengan dampak-dampak buruk lainnya. Misalnya, anak jadi sulit bangun pagi yang tentu akan merepotkan saat dia harus bersekolah nanti. Kurangnya istirahat pada malam hari juga bisa membuat proses belajarnya terganggu karena anak jadi kurang berkonsentrasi. Pengaruh lainnya, jam biologis si kecil kacau sebab pada jam tidur malam, dia terbiasa terbangun yang dipikirnya merupakan waktu bermain. "Bila kebiasaan seperti ini dibiarkan berlarut-larut, akan semakin sulit untuk diperbaiki ketika anak remaja nanti," sebutnya.

Gangguan pola tidur pada balita dan batita, bahkan telah diteliti di Universitas de Montreal. Cara orangtua meninabobokkan anak pada usia 29 hingga 41 bulan berdampak langsung pada ketidaknyenyakan tidur anak tersebut saat menginjak usia 4 hingga 6 tahun.

Penelitian yang melibatkan seribu relawan, yaitu 987 ibu dan ayah yang diberi serangkaian pertanyaan mengenai pola tidur buah hati mereka. Para orangtua harus merincikan kondisi emosional, faktor sosial demografis, dan kebiasaan tidur anak hingga mereka menjejak usia 6 tahun. Mereka juga mencatat gangguan tidur apa saja yang dialami si kecil, adanya mimpi buruk, total waktu tidur dan waktu yang dibutuhkan anak untuk terlelap kembali setelah terbangun pada malam hari.

Studi yang diketuai Alerie Simard, dari Department of Psychology at the Universite de Montreal ini menelisik pula kebiasaan orangtua saat si kecil tidur. Para peneliti menemukan bukti bahwa pola tidur balita dipengaruhi kebiasaan orangtua. "Jika orangtua suka begadang, maka anak-anak balita atau batita mereka akan cenderung ikut begadang. Itu terjadi karena anak mengikuti pola yang telah dilakukan orangtua," kata Alerie Simard.

Selain pola tidur yang terpengaruh orangtua yang suka begadang, dalam penelitian itu juga ditemukan bahwa memberi makan atau minum saat bangun di tengah malam bisa memicu anak untuk bermimpi buruk. Bahkan, memeluk si kecil ketika dia terbangun, justru akan memperlambat si anak untuk tertidur kembali.

Menemani anak saat akan tidur, selalu hadir saat anak terbangun atau memberi makan atau minum saat dia terbangun pada malam hari, menjadi senjata para orangtua yang mungkin efektif agar anak tertidur kembali. Namun, menurut studi tersebut, kebiasaan ini justru berakibat kurang baik.

Jika seorang ibu percaya bahwa bayinya menangis dan terbangun hanya karena lapar, maka mereka akan merespons secara keliru. "Ini memicu mimpi buruk pada anak dan memangkas lama waktu tidur ketika si anak mencapai usia 4 hingga 6 tahun," sebutnya.

Simard mengingatkan, "Orangtua sering menemani si anak tidur sebagai reaksi spontan, tetapi kebiasaan ini bukan pilihan terbaik untuk mencegah gangguan pola tidur anak untuk masa yang akan datang," tandasnya lagi. Solusi terbaik, menurut Simard, adalah dengan cara menciptakan jam biologis si kecil dengan mengubah dan mengoreksi pola tidurnya. Misalnya dengan mengondisikan anak untuk lebih banyak beraktivitas pada siang dan sore hari.

Atur jam makan terakhirnya sekitar jam enam atau jam tujuh malam. Anak yang lelah secara fisik dan juga merasa kenyang akan tidur nyenyak pada malam harinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar