SELAIN berpotensi menurunkan jumlah sperma, obesitas juga dituding sebagai penyebab memburuknya gairah dan kehidupan seksual bagi kaum adam.
Kita jangan berpikir menurunnya gairah seksual hanya akan terjadi pada pria usia 50 tahun ke atas. Anda yang baru berumur 30-an pun berisiko mengalaminya, terutama jika punya kelebihan berat badan atau obesitas.
Sebenarnya bukan berita baru lagi bahwa bobot badan berlebih hampir tidak memiliki sisi positif apa pun bagi kesehatan.
Beragam penyakit seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung merupakan ancaman nyata yang patut diwaspadai si gemuk. Selain itu, para peneliti medis dunia juga mengingatkan risiko memburuknya kualitas kehidupan seks para pria obesitas.
Dr Ahmad Hammoud dari University of Utah, Salt Lake City, Amerika Serikat, mengatakan, melalui penelitian terhadap 390 pria pernah terungkap bahwa pria obesitas berisiko memiliki sperma tiga kali lebih sedikit dibanding pria berbobot normal. Bukan hanya dalam hal jumlah, kualitas spermanya pun jauh lebih buruk. Padahal di sisi lain, rendahnya jumlah sperma kerap diasosiasikan dengan ketidaksuburan atau infertilitas.
Setelah mendapati fakta tersebut, Hammoud pun kian tergelitik untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh obesitas terhadap kepuasan seksual pria. "Kami ingin mengetahui apakah obesitas secara biologis terkait dengan ketidakpuasan dalam kehidupan seks? Dan jika benar, apakah bisa diperbaiki?" ujarnya.
Ketertarikan Hammoud juga dilandasi kesimpulan bahwa obesitas dapat mengubah sistem hormonal tubuh pria, yakni turunnya level hormon testosteron dan meningginya kadar hormon estrogen. Adapun kemungkinan terburuk adalah menurunnya kualitas kehidupan seks pria bersangkutan.
Untungnya, saat ini sudah tersedia alternatif mengatasi obesitas melalui bedah bypass gastrik. Pembedahan ini dinilai sebagai prosedur efektif dan paling aman di antara berbagai jenis operasi penurunan berat badan. Prinsip kerjanya adalah pengurangan pasokan makanan dengan memasang ikatan (banding) pada lambung bagian atas yang dilakukan melalui pembedahan minor.
Bersama tim peneliti lainnya, Hammoud mengumpulkan data dari 64 pria obesitas dengan berat rata-rata 150 kilogram dan indeks massa tubuh (IMT) 46,2. Didapati bahwa makin berat bobot badan pria-pria tersebut, maka makin rendah kadar testosteron dan makin tinggi kadar estrogen. Selain itu, pria-pria ini juga mengalami masalah ketidaksuburan dan mengeluhkan kehidupan seksual yang tidak bahagia. Akibat tidak percaya diri, mereka juga cenderung menghindari hubungan badan (bersanggama) dengan pasangannya.
Untuk mengetahui pengaruh penurunan bobot tubuh terhadap fungsi seksual, sebanyak 22 pria diminta melakukan bedah bypass gastrik. Dua tahun kemudian, para pria ini mengalami penurunan IMT rata-rata 17 poin. Kadar estrogen turun signifikan, dan level testosteron pun merangkak naik lagi. Saat ditanya tentang kualitas kehidupan seksual, mereka mengaku dapat menikmati hubungan seks dengan lebih percaya diri, bergairah, dan intim.
Sementara itu, mereka yang tidak melakukan bedah bypass gastrik tidak menunjukkan perubahan signifikan, baik dalam hal level hormon maupun kehidupan seksual.
Hasil penelitian ini lantas diterbitkan dalam Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism edisi terbaru. Hasil penelitian tersebut hendaknya menjadi peringatan atau referensi bagi kaum adam yang mungkin saat ini tengah mengalami gangguan fungsi seksual seperti lemah, loyo atau hilangnya hasrat berhubungan seks. Coba cek IMT Anda, siapa tahun sudah berlebih.
IMT yang diperoleh dari menghitung berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m2) selama ini dijadikan patokan rumus mengukur obesitas. Namun, jika malas mengukur, jadikanlah ikat pinggang Anda sebagai parameter. Sebagai patokan, pinggang berukuran lebih dari 90 cm adalah tanda "bahaya" bagi pria. Sementara untuk wanita, risiko meningkat bila lingkar pinggang lebih dari 80 cm.
Mengapa lingkar pinggang yang dipilih sebagai barometer kesehatan? Rupanya ini terkait obesitas sentral, yaitu timbunan lemak di rongga perut. Nah, adanya timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar pinggang.
Androlog dari RSUP Fatmawati Jakarta, dr Nugroho Setiawan MS SpAnd, mengungkapkan, obesitas bisa menjadi salah satu penanda maupun pemicu timbulnya disfungsi ereksi (DE). "Untuk mengidentifikasi pria dengan DE memang tidak bisa hanya dengan melihat penampilan luarnya. Namun, berdasarkan pengalaman menangani pasien, banyak pria DE yang gendut. Atau sebaliknya, badannya kurus dengan otot-otot yang tidak berkembang," sebutnya.
Kita jangan berpikir menurunnya gairah seksual hanya akan terjadi pada pria usia 50 tahun ke atas. Anda yang baru berumur 30-an pun berisiko mengalaminya, terutama jika punya kelebihan berat badan atau obesitas.
Sebenarnya bukan berita baru lagi bahwa bobot badan berlebih hampir tidak memiliki sisi positif apa pun bagi kesehatan.
Beragam penyakit seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung merupakan ancaman nyata yang patut diwaspadai si gemuk. Selain itu, para peneliti medis dunia juga mengingatkan risiko memburuknya kualitas kehidupan seks para pria obesitas.
Dr Ahmad Hammoud dari University of Utah, Salt Lake City, Amerika Serikat, mengatakan, melalui penelitian terhadap 390 pria pernah terungkap bahwa pria obesitas berisiko memiliki sperma tiga kali lebih sedikit dibanding pria berbobot normal. Bukan hanya dalam hal jumlah, kualitas spermanya pun jauh lebih buruk. Padahal di sisi lain, rendahnya jumlah sperma kerap diasosiasikan dengan ketidaksuburan atau infertilitas.
Setelah mendapati fakta tersebut, Hammoud pun kian tergelitik untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh obesitas terhadap kepuasan seksual pria. "Kami ingin mengetahui apakah obesitas secara biologis terkait dengan ketidakpuasan dalam kehidupan seks? Dan jika benar, apakah bisa diperbaiki?" ujarnya.
Ketertarikan Hammoud juga dilandasi kesimpulan bahwa obesitas dapat mengubah sistem hormonal tubuh pria, yakni turunnya level hormon testosteron dan meningginya kadar hormon estrogen. Adapun kemungkinan terburuk adalah menurunnya kualitas kehidupan seks pria bersangkutan.
Untungnya, saat ini sudah tersedia alternatif mengatasi obesitas melalui bedah bypass gastrik. Pembedahan ini dinilai sebagai prosedur efektif dan paling aman di antara berbagai jenis operasi penurunan berat badan. Prinsip kerjanya adalah pengurangan pasokan makanan dengan memasang ikatan (banding) pada lambung bagian atas yang dilakukan melalui pembedahan minor.
Bersama tim peneliti lainnya, Hammoud mengumpulkan data dari 64 pria obesitas dengan berat rata-rata 150 kilogram dan indeks massa tubuh (IMT) 46,2. Didapati bahwa makin berat bobot badan pria-pria tersebut, maka makin rendah kadar testosteron dan makin tinggi kadar estrogen. Selain itu, pria-pria ini juga mengalami masalah ketidaksuburan dan mengeluhkan kehidupan seksual yang tidak bahagia. Akibat tidak percaya diri, mereka juga cenderung menghindari hubungan badan (bersanggama) dengan pasangannya.
Untuk mengetahui pengaruh penurunan bobot tubuh terhadap fungsi seksual, sebanyak 22 pria diminta melakukan bedah bypass gastrik. Dua tahun kemudian, para pria ini mengalami penurunan IMT rata-rata 17 poin. Kadar estrogen turun signifikan, dan level testosteron pun merangkak naik lagi. Saat ditanya tentang kualitas kehidupan seksual, mereka mengaku dapat menikmati hubungan seks dengan lebih percaya diri, bergairah, dan intim.
Sementara itu, mereka yang tidak melakukan bedah bypass gastrik tidak menunjukkan perubahan signifikan, baik dalam hal level hormon maupun kehidupan seksual.
Hasil penelitian ini lantas diterbitkan dalam Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism edisi terbaru. Hasil penelitian tersebut hendaknya menjadi peringatan atau referensi bagi kaum adam yang mungkin saat ini tengah mengalami gangguan fungsi seksual seperti lemah, loyo atau hilangnya hasrat berhubungan seks. Coba cek IMT Anda, siapa tahun sudah berlebih.
IMT yang diperoleh dari menghitung berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m2) selama ini dijadikan patokan rumus mengukur obesitas. Namun, jika malas mengukur, jadikanlah ikat pinggang Anda sebagai parameter. Sebagai patokan, pinggang berukuran lebih dari 90 cm adalah tanda "bahaya" bagi pria. Sementara untuk wanita, risiko meningkat bila lingkar pinggang lebih dari 80 cm.
Mengapa lingkar pinggang yang dipilih sebagai barometer kesehatan? Rupanya ini terkait obesitas sentral, yaitu timbunan lemak di rongga perut. Nah, adanya timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar pinggang.
Androlog dari RSUP Fatmawati Jakarta, dr Nugroho Setiawan MS SpAnd, mengungkapkan, obesitas bisa menjadi salah satu penanda maupun pemicu timbulnya disfungsi ereksi (DE). "Untuk mengidentifikasi pria dengan DE memang tidak bisa hanya dengan melihat penampilan luarnya. Namun, berdasarkan pengalaman menangani pasien, banyak pria DE yang gendut. Atau sebaliknya, badannya kurus dengan otot-otot yang tidak berkembang," sebutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar