04 Maret 2009

Mengapa Pernikahan Bisa Amat Singkat?

ENGGAK nyangka ya kayaknya baru kemarin ada berita dia menikah besar-besaran, eh tahu-tahu sudah cerai,” begitu komentar seorang teman saat menyaksikan berita perceraian seorang artis di infotainment. Komentar-komentar seperti ini beberapa tahun belakangan sering kali terdengar.

Tak heran jika kemudian muncul stereotipe bahwa artis identik dengan kawin cerai. Parahnya, makin ke sini usia pernikahan sepertinya makin pendek saja. Belum satu tahun menikah, sudah saling menggugat cerai. Ternyata, fenomena ini juga terjadi di sekitar kita. Apa penyebab perkawinan singkat? Dan mengapa perempuan sekarang lebih berani memutuskan bercerai?

KURANG UANG
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perkawinan berusia pendek, menurut Adriana Ginanjar, psikolog dari Universitas Indonesia, di antaranya:
- Tidak terlalu kenal. Masa pacaran yang singkat bisa jadi penyebab. Mereka tak saling mengenal sehingga terkaget-kaget begitu kelemahan pasangannya terkuak setelah pesta pernikahan.

- Fokus hanya satu hal. Mereka hanya memerhatikan pasangan untuk satu hal saja dan tak melihat lagi hal lainnya. Misal, pasangannya begitu perhatian. Ia tak tahu bahwa selain perhatian, dibutuhkan tanggung jawab, penghargaan, dan lainnya untuk membina suatu perkawinan.

- Masalah keuangan. Uang merupakan masalah sensitif karena menyangkut power dan harga diri, Persoalan ini banyak memicu perceraian. Juga ikut campurnya keluarga dalam persoalan rumah tangga.

- Orang ketiga. Bagi sebagian orang, ketika pernikahan telah dinodai oleh orang ketiga, tak ada jalan lain yang harus ditempuh kecuali perceraian.


CERAI? SIAPA TAKUT!
Menurut Adriana, fenomena makin banyaknya perempuan yang berani mengambil keputusan cerai belakangan ini karena perempuan sekarang banyak yang bekerja sehingga merasa mapan secara ekonomi. Sepuluh tahun lalu, perempuan akan berpikir seribu kali untuk bercerai. Banyak yang perlu dipikirkan, dari soal anak-anak sampai lingkungan sosial.

“Mungkin benar kalau dibilang orang sekarang lebih individualistis. Lebih melihat kepentingan diri sendiri. Pernikahan kini bukan lagi mencari status atau mendapatkan rasa aman, melainkan pencarian kebahagiaan,” ungkap Adriana. Ia juga menambahkan, kebanyakan perempuan sekarang menginginkan perkawinan bisa membawa kebahagiaan dalam waktu singkat. Orang sekarang kurang sabar dan tabah menjalani perkawinan sehingga ketika merasa tak bahagia dalam perkawinan, mereka mudah memutuskan cerai.

Alasan mereka bercerai cepat juga cukup menarik, yakni mumpung masih muda dan anak masih kecil. Dulu, orang yang akan bercerai biasanya akan menunggu anak-anaknya cukup besar atau dirasa siap menerima perceraian. Sekarang, makin cepat malah mungkin dianggap makin baik. Kalau sudah ketahuan tak cocok mengapa harus menunggu 5-10 tahun lagi? Begitu pikir mereka. Makin kecil usia anak makin bagus karena dia belum tahu apa-apa dan akan mudah beradaptasi dengan ayah baru dalam pernikahan berikutnya.

Setiap keputusan yang diambil terburu-buru pastinya tak akan berdampak baik. Kalau setiap kepentok persoalan dalam perkawinan Anda memilih berpisah, wah repot dong. Bukan hanya dua kali, Anda mungkin bakal mengalami pernikahan berkali-kali. Padahal, pernikahan bukan seperti pakaian yang bisa Anda buka dan menggantinya dengan yang baru sesuka hati.

Ada hal yang perlu dipikirkan sebelum Anda memutuskan bercerai, di antaranya kemungkinan untuk mengulang kesalahan yang sama akan lebih besar. Misal, persoalan antara Anda dan pasangan adalah beda komunikasi. Anda merasa komunikasi Anda dengan dia tidak nyambung. Karena itu Anda memilih berpisah dan mencari orang yang komunikasinya bisa nyambung dengan Anda.

Persoalannya, menurut Adriana, kecenderungannya perempuan tertarik pada pria bertipe sama. Kemungkinan besar pasangan barunya akan setipe dengan pasangan lamanya. Bukan tidak mungkin masalah yang sama juga akan terjadi lagi. Dan jika tidak dibereskan, persoalan ini akan terus terjadi.

Belum lagi persoalan anak. Anak akan merasa tidak mendapat perhatian, berkonflik dengan mantan suami gara-gara urusan anak, dan sebagainya. Berikutnya Anda akan menghadapi persoalan baru ketika akan menikah lagi. Siapa yang menjadi korban? Lagi-lagi anak.

TUMBUH BERSAMA
Lantas apa yang harus dilakukan ketika perkawinan mengalami masalah agar tidak terjadi perceraian? Adriana memberi langkah-langkah berikut.
- Atasi Bersama. Jangan menganggap pernikahan bakal steril dari masalah. Ada baiknya sebelum menikah Anda menyiapkan diri kalau-kalau masalah itu ada. Namun, yang paling penting adalah mengatasinya bersama-sama. Kalau ada ketidakcocokan dan perbedaan, benahi bersama. Lakukan komunikasi. Lagi pula bukankah perbedaan malah akan membuat hubungan lebih kaya.

- Terima saja. Kalau komunikasinya tidak berhasil, terima saja hal itu sebagai kelemahan dia yang harus Anda terima apa adanya.

- Toleransi. Bukan hanya komunikasi yang penting, tapi juga toleransinya harus kencang. Toleransi di sini adalah Anda bisa menerima hal-hal negatif dalam diri pasangan. Sadari bahwa ada hal-hal dalam dirinya yang memang harus Anda terima dan ada yang bisa Anda ubah untuk jadi lebih baik.

- Fleksibilitas. Dalam suatu pernikahan, tak ada peraturan mati. Misal, dalam perjanjian sebelum menikah, yang bertugas mengurus keuangan adalah Anda. Tapi di tengah jalan karena satu dan lain hal itu tidak lagi memungkinkan sehingga peraturan harus diubah. Nah, Anda harus bisa menerima itu. Biarkan aturan itu berkembang sejalan dengan pernikahan Anda. Sehingga Anda dan perkawinan sama-sama tumbuh.

- Waktu Berdua. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang Anda dan pasangan suka. Ciptakan romantisme. Ini perlu untuk mempertahankan keintiman. Kalau komunikasi Anda dan dia kurang sehat, sering kali bertengkar, lakukan kegiatan ini tanpa berkata-kata. Misal, menonton film sambil berpegangan tangan atau berpelukan. Dari sini bisa tercipta kedekatan emosi.

Jika kondisi bisa tercipta dengan baik, pernikahan singkat tidak perlu terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar